Pakar HKI: Direktur Mie Gacoan Tak Seharusnya Jadi Tersangka, Pelanggaran Hak Cipta Lagu Bisa Ditempuh dengan Mediasi

Jakarta — Pakar Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Dr. Suyud Margono, S.H., MHum., FCIArb. memberikan penjelasan mendalam terkait dugaan pelanggaran hak cipta lagu yang menyeret Direktur PT Mitra Bali Sukses sekaligus pemegang lisensi waralaba Mie Gacoan Bali, I Gusti Ayu Sasih Ira, kini menyandang sebagai tersangka.

Menurut Suyud, masyarakat perlu memahami bahwa hak cipta lagu merupakan hak eksklusif pencipta atas ciptaannya, baik berupa lirik maupun musik.

“Lagu itu hasil kreativitas, keterampilan, dan jam terbang penciptanya. Ketika karya itu dipublikasikan ulang, baik melalui cover, aransemen, atau pemutaran di tempat umum seperti restoran, wajib hukumnya meminta izin kepada pencipta atau melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK),” ujar Suyud Margono di kantornya dibilangan Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (24/7/2025)

Ia menegaskan bahwa pemutaran lagu di ruang publik, termasuk restoran dan kafe, tetap tergolong publikasi yang memerlukan pembayaran royalti. Namun, penegakan hukumnya tidak harus selalu melalui jalur pidana.

“Seyogianya ini diselesaikan secara administratif dan perdata lebih dahulu. Menjadikan seseorang sebagai tersangka, apalagi direktur korporasi besar, terlalu berlebihan jika belum ada upaya mediasi,” jelasnya.

Suyud menambahkan bahwa perusahaan seperti Mie Gacoan harus bertanggung jawab secara korporatif. Jika terbukti memutar lagu tanpa izin dan tidak membayar royalti kepada LMK, maka yang dikenai sanksi seharusnya adalah badan hukumnya, bukan perorangan.

“Kalau memang ada pelanggaran, bisa dimulai dari pemblokiran izin publikasi lagu hingga pembayaran tunggakan royalti. Ini lebih proporsional daripada langsung menggunakan instrumen pidana,” tambahnya.

Dalam sistem LMK, penyelenggara acara atau pengelola restoran seharusnya memiliki “blanket license”, yakni lisensi kolektif yang memungkinkan mereka menggunakan lagu-lagu dari anggota LMK dengan membayar royalti secara berkala.

“Kalau mereka punya lisensi itu dan membayar, ya tidak ada masalah. Tapi kalau tidak, LMK bisa menegur atau menempuh jalur hukum, asalkan sesuai prosedur,” ujar Suyud.

Ia juga mengingatkan bahwa penyanyi, EO, maupun pengelola tempat hiburan harus mulai terbuka mencantumkan daftar lagu yang dinyanyikan atau diputar, agar sistem distribusi royalti lebih transparan dan adil.

“Ini bukan soal memberatkan, tapi soal menghormati hak pencipta,” pungkasnya.

Kasus ini mencuat usai Mie Gacoan dilaporkan karena diduga memutar lagu-lagu populer tanpa izin, dan hingga kini masih dalam penyelidikan lebih lanjut oleh pihak kepolisian. Pihak manajemen menyatakan akan bersikap kooperatif dan berharap penyelesaian bisa ditempuh secara bijak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *