DFI Bersama DFM dan KKSS Gelar Diskusi ‘Cinema Talk Akhir Tahun 2024’, Serukan Cintai Budaya Sulsel

Diskusi film bertajuk ‘Cinema n Culture Talk Akhir Tahun 2024’ di caffe Riolo, Kramat Kwitang, Jakarta, Sabtu (21/12/2024). (Foto : Fah)

Jakarta, Diskusi film bertajuk ‘Cinema n Culture Talk Akhir Tahun 2024’ bersama Film Sulawesi Selatan Bugis Makassar (CotoVsKonro, Badik & Solata) digelar di caffe Riolo, Kramat Kwitang, Jakarta, Sabtu (21/12/2024).

Acara yang diinisiatori oleh DemiFilmIndonesia (DFI), DemiFilmMakassar-DFM & KKSS ini dimoderatori Kak AruL Sahabat Anak (DFI) dengan narasumber diantaranya Ichwan Persada (Sutradara SOLATA), Irham Acho Bahtiar ( Produser dan Sutradara Coto Vs Konro), Rara Badik (Executive Producer), DR.H. Mukhlis Patahana (Ketum KKSS), Daenk AliF (Pengamat Budaya) dan Yan Widjaya (Pengamat Perfilman Nasional)

“Saya terharu sekaligus antusias sebagai panelis, walau bukan Coto & Konro tapi Pallumara menjadi masakan pemersatu dan mempererat siraturahmi untuk songsong Coto Vs Konro yang siap tayang Kamis 6 Februari 2025 mendatang, terima kasih dukungan untuk nobar,” ungkap Irham Acho Bahtiar, Produser dan Sutradara Coto Vs Konro) sumringah.

Segendang sepenarian, Kaka cantik dan humble Rara, tidak saja sebagai produser juga pemain film Badik bahwa ada Pride n Love.

“Badik tidak hanya dikenali sebagai sajam tapi juga simbol harga diri dan cinta, mariki jadikan film sebagai pencatatan peristiwa sejarah Bugis Makassar,” kata Rara lugas.

Hadir Sekjen BPP KKSS. Abdul Karim diapit Kak Jumrana dan Kak April serta Humas KKSS daenk AliF senada nendukung dan siap mengapresiasi.

“Asalkan ada info berkenaan film atau trailer serta poster nanti sekretariat buat suratnya saya siap tandatangani dengan ketua agar menasional bersama pilar dan perwakilan dalam negeri dan diaspora,” seru Abdul Karim disambut tepuk tangan riuh para hadirin dari senior journalist, Jeri Wong yang juga fotografer Istana Wapres, pengusaha nasional daenk Abdi Baramuli, Adi Surya Abdi dan Yan Widjaya sebagai pengagas dFI yang beri apresiasi acara tersebut.

Senentara M.Sangupri yang juga hadir sebagai panelis diskusi menyatakan, tidak ada film daerah, sebutan lokal juga mensiratkan isyu yang diangkat semuanya nasional sehingga pemerintah selalu beri kesempatan yang sama seperti pengurusan online di LSF dengan satu pintu dan harga.

“Film itu terpenting promo agar diketahui semua pihak dan era pusbang dulu ada 2000an tiket free untuk tiap film nasionalnya. Saya Bugis dan sangat menyukai film nasional dengan filmmaker BugisMakassar dari Uang Panai, dulu ada yang berbahasa Bugis 100%, berjudul Ambo Nai, Keluar Main, Mappacci dan saat ini ada Coto Vs Konro, Badik & Solata, ” paparnya.

Hal tersebut ditegaskan lagi oleh Daenk AliF – Pengamat Budaya juga wartawan senior bahwa tugas pemerintah untuk mengawal itu semua sehingga tepat sekali untuk berhenti menyebut film daerah atau lokal.

Yan Widjaya, Pengamat Perfilman Nasional yang juga sering wara wiri sebagai aktor, produksi Bugis Makassar menggarisbawahi angka 77 juta menuju 80juta penonton film nasional.

“Promosi adalah segala-galanya. Yuk nonton hari pertama Kamis. Mari kita Cinta Budaya Sinema Sulawesi Selatan!,” pungkasnya mengajak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *