Jakarta – Polemik tambang nikel di kawasan konservasi Raja Ampat membuat aktivis kemanusiaan dan pengusaha asal Papua, Aini Pattihahuan Gebze, merasa prihatin yang mendalam. Dalam sebuah wawancara Iapun terlihat emosional, dengan mengkritik tajam eksploitasi sumber daya alam di Papua yang menurutnya mencerminkan ketidakadilan struktural yang terus berlangsung.
“Papua itu kaya, sangat kaya, tapi rakyatnya terus hidup dalam kesederhanaan dan keterbatasan. Hak kami ke mana?” ucap Aini dengan suara bergetar pada wartawan di bilangan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
Ia menyoroti bagaimana jargon pembangunan nasional tidak pernah benar-benar menyentuh kehidupan masyarakat Papua.
“Mereka bilang pembangunan itu dari rakyat untuk rakyat. Tapi di Papua, kata-kata itu hanya sampai di awan. Tak pernah menyentuh bumi kami.” ujarnya.
Sebagai anak asli Papua, Aini menilai bahwa upaya tambang di Raja Ampat mengancam warisan alam dan budaya yang selama ini menjadi kebanggaan Indonesia di mata dunia. Ia menggambarkan kemarahan masyarakat Papua sebagai “bola salju” yang bisa membesar jika terus diabaikan.
“Kalau saudara-saudara saya di Papua marah, itu bukan karena ingin lepas dari Indonesia. Mereka hanya lelah, karena tak pernah benar-benar didengar,” tegasnya. Ia juga menyinggung diskriminasi dan stereotip negatif terhadap masyarakat Papua yang menurutnya sering dijadikan alasan pembiaran oleh negara.
“Jangan anggap kami bodoh dan tidak berpendidikan. Kami mungkin diam, tapi kami punya harga diri dan hak yang sama,” katanya.
Dalam pernyataan bernada sindiran, Aini mengingatkan pemerintah bahwa kerusakan lingkungan di Papua mencoreng citra Indonesia secara global.
“Jangan sampai taman kebanggaan kami—Raja Ampat—dibongkar demi keuntungan segelintir orang. Halaman rumah Bapak Presiden pun pasti tak akan rela digali seenaknya, bukan?,” tandasnya.
Aini menutup pernyataannya dengan menyerukan tanggung jawab negara. Ia menekankan bahwa tidak ada aktivitas tambang yang bisa berjalan tanpa izin dan restu kekuasaan.
“Jadi, negara harus bertanggung jawab penuh atas kerusakan ini,” pungkasnya.
Ia berharap Papua tidak lagi dipandang sebagai tambang emas semata, tetapi sebagai rumah bagi rakyat Indonesia yang juga berhak atas keadilan, penghormatan, dan perlindungan.