Jakarta – Pemahaman mendalam tentang Kaca Benggala merupakan sebuah media spiritual kuno yang dipercaya telah digunakan sejak zaman dahulu sebagai sarana penyelarasan antara manusia dan dimensi non-fisik. Demikian diungkapkan Spiritualis sekaligus Ketua Umum Forum Keluarga Paranormal dan Penyembuh Alternatif Indonesia (FKPPAI), Ki Sawung Rahsa ditempat prakteknya di Kawasan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Pintu 2, Jakarta Timur, Sabtu (13/12/2025).
Menurut Ki Sawung Rahsa, Kaca Benggala pada awalnya merupakan bentuk teknologi spiritual berbahan kristal, yang berfungsi sebagai media interaksi antara manusia dan energi gaib. Dalam praktiknya, kaca ini digunakan untuk penerawangan, mengetahui keberadaan seseorang, membaca peristiwa masa kini, masa depan, bahkan past life.
Namun, ia menegaskan bahwa sejatinya bukan kaca yang “menjawab” pertanyaan manusia. “Kaca Benggala hanya bersifat mirroring, cermin refleksi. Yang bekerja sebenarnya adalah potensi di dalam diri manusia itu sendiri,” ujarnya. Melalui refleksi tersebut, seseorang dapat memahami misteri, intuisi, dan kejelasan batin yang selama ini tersembunyi.
Ki Sawung menjelaskan bahwa dalam tradisi tertentu, Kaca Benggala juga dipakai di lingkungan kerajaan dan kalangan spiritual, termasuk oleh para peramal Gipsi dan praktisi ilmu hikmah di Nusantara. Namun kini, dirinya membuatnya dalam bentuk yang lebih praktis—kecil dan mudah dibawa kemana mana.
“Dengan kaca sekecil ini jadi mudah dibawa kemana-mana untuk kepentingan kliennya,” katanya sambil menunjukkan cermin kecil yang sudah dituliskan doa.
Dalam ilmu hikmah, Kaca Benggala tidak hanya digunakan untuk penerawangan. Ada fungsi lain, seperti mempengaruhi makhluk gaib agar membantu manusia dalam kondisi tertentu, misalnya saat berada di hutan, gunung, atau situasi darurat. Media ini juga dikenal dapat digunakan sebagai pelaris usaha, penguat karisma, hingga penguatan “feeling bisnis”.
Menariknya, terdapat pula varian Kaca Benggala yang ditujukan untuk kecantikan batin. “Untuk perempuan, jika digunakan sebagai cermin bersolek, rajahan doa di kaca dapat memunculkan inner beauty, membuat wajah tampak lebih berseri,” jelasnya.
Terkait proses pembuatannya, Ki Sawung menyebut bahwa Kaca Benggala dibuat melalui rajahan doa dan ritual bertahap. Ia sendiri menjalani proses spiritual hampir tiga bulan untuk menyelesaikan tahapan “kunci hikmah”, yang kemudian dilanjutkan dengan jam terbang bertahun-tahun. Dalam proses tersebut, ia mengaku mengalami kehadiran entitas spiritual yang disebutnya sebagai “bahasa rohani”, bukan sekadar jin dalam pengertian umum.
Meski demikian, Ki Sawung menekankan pentingnya etika penggunaan. Ia mengingatkan bahwa penyalahgunaan Kaca Benggala—misalnya untuk mengungkap rahasia pribadi orang lain—dapat memicu fitnah dan merugikan pihak tertentu.
“Pantangan utamanya adalah niat buruk. Ilmu ini seharusnya digunakan untuk menolong, bukan menghancurkan,” tegasnya.
Saat ini, Kaca Benggala banyak diminati oleh berbagai kalangan, mulai dari paranormal, tarot reader, praktisi past life regression, hingga pengusaha dan politisi yang membutuhkan penguatan intuisi dan kepekaan membaca situasi. Dalam dunia bisnis, alat ini diyakini membantu memperkuat feeling pasar, sedangkan di ranah politik digunakan untuk membaca karakter dan arah kepentingan.
“Pada akhirnya, Kaca Benggala adalah doa yang ditulis dalam bentuk cahaya. Ia berinteraksi dengan pusat-pusat energi manusia atau cakra, memperkuat indra keenam, firasat, dan intuisi,” pungkas Ki Sawung Rahsa.
Disinggung soal mahar untuk kaca benggala tersebut, Ki Sawung mengatakan relatif, dan tidak bisa dipukul rata setiap orangnya.
“Jadi nggak mungkin pedagang dipasar disamakan maharnya dengan pengusaha besar, karena ada sifat psikologis manusia ataupun kalangan tertentu tidak suka nominal murah dan dianggap itu kacangan. Padahal bendanya sama tapi nominal buat dia bisa sangat tinggi, maka dari itulah dia berkeyakinan. Karena kalau tidak yakin sedikit saja tidak terjadi penyelarasan antara cahaya dan energi yang ada dirinya,” papar Kisawung.
Ia kembali menegaskan bahwa alat ini bukan jalan instan menuju kekuatan supranatural, melainkan sarana pendukung bagi mereka yang telah memahami tanggung jawab spiritual dan etika penggunaannya.


