Jakarta – Enam tahun pasca divonis bersalah pada 20 Mei 2019, Silfester Matutina—Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet)—belum juga dieksekusi oleh pihak Kejaksaan. Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap itu hingga kini belum dijalankan, menimbulkan pertanyaan serius tentang penegakan hukum dan potensi perlindungan politik di balik pembiaran tersebut.
Mantan Menko Polhukam 2019–2024, Prof. Mahfud MD, dalam pernyataannya menilai kuat bahwa ada unsur kelalaian atau bahkan perlindungan dari pihak Kejaksaan.
“Kalau terpidana tidak dieksekusi, maka yang harus bertanggung jawab adalah Kejaksaan. Karena mereka yang berwenang melakukan eksekusi,” tegas Mahfud saat diwawancarai Clarissa di YouTube KompasTV pada Rabu (6/8/2025).
Mahfud menyebut bahwa sejak 2019 hingga kini, tidak ada alasan hukum yang dapat membenarkan penundaan eksekusi tersebut. Ia bahkan baru mengetahui status terpidana Silfester setelah insiden ribut di televisi dengan Roy Suryo, yang menyebut secara terang-terangan bahwa Silfester adalah narapidana yang belum ditahan.
Mahfud menyampaikan bahwa dalam hukum pidana, pelaku kejahatan adalah musuh negara, bukan hanya musuh korban. Oleh karena itu, negara—dalam hal ini Kejaksaan—memiliki tanggung jawab penuh untuk mengeksekusi putusan yang sudah inkrah. Ia menegaskan, “Kalau Kejaksaan tidak bertindak, maka negara yang kalah. Ini bisa membahayakan sistem hukum,” tandasnya.
Lebih lanjut, Mahfud menyinggung kemungkinan ada aktor politik yang melindungi Silfester selama 2019–2024, apalagi saat itu ia dikenal aktif sebagai relawan politik. Mahfud menyatakan bahwa alasan seperti ketidaktahuan jaksa soal putusan tidak bisa diterima.
“Kalau betul-betul ada yang melindungi secara sengaja, maka harus diusut siapa yang memerintahkan. Apakah ada pemimpin politik, pejabat, atau bahkan menteri yang terlibat?”, pungkas Mahfud.
Kasus Silfester Matutina kini menjadi cermin buram penegakan hukum di Indonesia. Keterlambatan eksekusi vonis yang sudah berkekuatan hukum tetap memperlihatkan bahwa hukum bisa tumpul jika menyentuh figur-figur dengan kedekatan politik.
Masyarakat kini menanti apakah Kejaksaan akan bergerak atau justru membiarkan kepercayaan publik terhadap hukum terus tergerus.