Jakarta, Dalam menghadapi kompleksitas regulasi internasional yang terus berkembang, perusahaan-perusahaan Indonesia didorong untuk memperkuat sistem kepatuhan dan manajemen risiko mereka. Upaya ini menjadi sorotan dalam lokakarya bertajuk “Memperkuat Kepatuhan dan Manajemen Risiko di Indonesia” yang diselenggarakan Moores Rowland Indonesia bekerja sama dengan firma hukum global Steptoe, di Hotel Dharmawangsa, Jakarta pada Kamis (24/4/2025).
Acara ini dihadiri oleh sejumlah pemimpin industri dan pakar hukum internasional. Lokakarya dibuka oleh Marzuki Darusman, Penasihat Senior di Moores Rowland Indonesia, yang menekankan pentingnya kesiapan perusahaan menghadapi tekanan regulasi global. “Kompleksitas regulasi internasional semakin meningkat. Perusahaan tidak bisa lagi hanya mengandalkan pendekatan reaktif—mereka harus proaktif membangun sistem kepatuhan,” ujar Marzuki.
Selanjutnya, sambutan dari Ahmad Hidayat, MBA, Managing Director Internal Audit Danantara, mewakili Rosan Roeslani, Menteri Investasi dan Industri Hilir sekaligus CEO Danantara, menyoroti pentingnya kerangka kepatuhan sebagai fondasi daya saing jangka panjang. “Kepatuhan bukan hanya kewajiban, tetapi strategi untuk menjaga keberlanjutan bisnis,” ungkap Ahmad Hidayat.
Tantangan Global, Respons Lokal
Dalam sesi pertama, Wendy Waysong, Partner di Steptoe, membahas sejumlah regulasi utama Amerika Serikat seperti Foreign Corrupt Practices Act, Foreign Prevention Act, dan Export Controls. Menurut Wendy, regulasi tersebut berdampak langsung terhadap perusahaan Indonesia yang terlibat dalam transaksi lintas batas. “Kepatuhan terhadap hukum internasional bukan pilihan—ini adalah keharusan jika ingin tetap kompetitif di pasar global,” jelas Wendy.
Sesi berikutnya dibawakan oleh Ali Burney, Partner di Steptoe, yang fokus pada isu Sanksi Ekonomi AS, Pendanaan Terorisme, dan Hukum Anti-Pencucian Uang. Ia menegaskan bahwa sistem internal yang solid menjadi kunci dalam mencegah kejahatan keuangan. “Perusahaan perlu memiliki mekanisme deteksi dan pelaporan yang andal untuk mengantisipasi risiko finansial,” kata Ali.
Integritas dan Tata Kelola
Dr. Laode M. Syarif, mantan Komisioner KPK, tampil dalam sesi ketiga yang bertajuk “Tata Kelola Perusahaan dalam Praktik: Meninjau Kembali Lanskap Anti-Korupsi Indonesia.” Ia menekankan pentingnya integritas dalam operasional perusahaan. “Penerapan kebijakan anti-korupsi harus menjadi bagian integral dari strategi perusahaan, bukan sekadar dokumen formalitas,” ucap Laode.
Penutup acara disampaikan oleh Yunus Husein, mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang mengangkat topik transaksi mencurigakan dan upaya pemberantasan kejahatan keuangan. Ia menggarisbawahi pentingnya pelaporan tepat waktu dan kolaborasi antara sektor swasta dan regulator. “Kepatuhan finansial adalah tanggung jawab bersama antara otoritas dan pelaku usaha,” tuturnya.
Jalan Menuju Ketangguhan
Sepanjang acara, peserta aktif berdiskusi dan menggali solusi untuk memperkuat kepatuhan internal. Lokakarya ini tidak hanya menjadi forum berbagi wawasan, tetapi juga platform bagi dunia usaha untuk memahami dan mengantisipasi tren regulasi yang kian kompleks.
Moores Rowland Indonesia dan Steptoe menyatakan komitmennya untuk terus mendukung transformasi tata kelola perusahaan di Indonesia agar mampu bersaing secara global dengan sistem kepatuhan yang kuat dan adaptif.